Mataram NTB - Universitas Pendidikan Mandalika (Undikma) Mataram menerima kembali delapan mahasiswa yang sempat diberhentikan sementara.
Sebelumnya, delapan mahasiswa menjadi tersangka Polresta Mataram karena diduga merusak fasilitas kampus saat unjuk rasa. Namun pihak kepolisian melakukan restoratif justice (RJ) dan membebaskan delapan mahasiswa tersebut.
Menyusul keluarnya RJ kepolisian, Undikma menggelar pertemuan bersama delapan mahasiswa dengan dihadiri masing-masing orang tua, Kamis, 28 Juli 2022, di Aula Undikma.
Rektor Undikma, Prof. Kusno, DEA., Ph.D, mengungkapkan kronologis kasus tersebut bergulir saat mahasiswa diduga merusak fasilitas kampus.
Baca juga:
Pengertian Blog, Struktur Umum dan Jenisnya
|
"Negara kita adalah masalah hukum, mana kala ada kejadian permasalahan hukum, kita selesaikan melalui penegak hukum, " katanya.
Rektor mengatakan pada 21 Maret Undikma melaporkan kasus tersebut ke kepolisian. Menyusul kemudian dilakukan penetapan tersangka terhadap delapan mahasiswa. Namun belakangan telah dilakukan RJ oleh kepolisian.
"Setalah RJ selesai, hari ini kita kembali ke kampus dalam membangun lembaga kita yang sifatnya edukatif, " ujarnya.
"Kita ingin ada sinergi tidak terjadi 'kecelakaan' seperti kemarin. Menyampaikan pendapat tetap kita hargai, tapi kalau melalui batas kita serahkan ke ranah hukum, " katanya.
Prof Kusno mengatakan, Undikma dan delapan mahasiswa telah sepakat berdamai di kepolisian. Mahasiswa juga bersedia minta maaf.
"Kemarin kesepakatan, meminta permintaan maaf. Kalau melakukan tindakan serupa, kepolisian akan terbuka kembali, " katanya.
Rektor mengatakan, dengan keluarnya RJ kepolisian, maka Undikma akan mencabut SK pemberhentian sementara delapan mahasiswa yang dikeluarkan sebelumnya.
"Kemarin ada pemberhentian sementara untuk mengikuti proses hukum. Nanti kita teken surat keputusan akan mengembalikan status mahasiswa dan hak layanan akademik dan administratif akan dikembalikan kembali, " jelasnya.
Dia berharap kasus tersebut menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan sinergi ke depannya antara kampus dan mahasiswa.
"Kita telah ada pembelajaran, berharap ada sinergi bagaimana komunikasi yang baik, " katanya.
Biro Humas Undikma Mataram, Ismail Marzuki, mengatakan kampus memilih melaporkan delapan mahasiswa karena keterpaksaan. Itu dilakukan, karena mahasiswa sering berunjukrasa dengan merusak fasilitas dan mengeluarkan hujatan terhadap rektor.
"Undikma bukan kampus antikritik. Tapi ini atas dasar keterpaksaan, karena sudah sering rektor dimaki, disumpah, " katanya.
Ismail mengatakan, rektor melaporkan kasus tersebut karena keterpaksaan setelah mempertimbangkan dengan sangat panjang.
"Keterpaksaan dilakukan Undikma. Rektor mempertimbangkan segala sesuatu sangat panjang, " katanya.
Seorang mahasiswa yang sebelumnya menjadi tersangka, Andri Sahria, membacakan pernyataan sikap yang mengakui perusakan fasilitas kampus dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
"Saya menyampaikan terimakasih dan saya mengaku telah melanggar kode etik di Undikma yaitu mengucapkan kalimat tidak elok kepada dosen, " katanya.
"Saya telah menyampaikan berita tidak mendasar dengan tujuan kampus antikritik dan anti demokrasi. Padahal kampus tidak pernah melarang unjuk rasa, " ujarnya.
Dia berjanji tidak mengulangi perbuatan serupa dan siap diberhentikan dari kampus jika di kemudian hari mengulangi perbuatannya.
"Saya berjanji tidak mengulangi perbuatan melanggar hukum dan kode etik. Apabila mengulangi saya siap menerima sanksi pemberhentian tetap dari Undikma dan diproses hukum, " katanya.(Adb)